![](https://fkh.ub.ac.id/wp-content/uploads/2023/07/RadarmalangOL.jpg)
Sutiman-Aulanni’am, Penemu Vaksin Imono Kontrasepsi untuk Manusia
Posted on 8 Oktober 2014 by Redaksi in Featured
Pertama Kali, Alat KB Bisa Digunakan Pria-Wanita Sekaligus
Sutiman Bambang Sumitro dan Aulanni’am berjasa besar di dunia medis Indonesia. Berkat penelitian dua profesor Universitas Brawijaya (UB), Indonesia menemukan vaksin kontrasepsi yang bisa digunakan wanita dan pria sekaligus.
MAHMUDAN
LABORATORIUM Biosains di Jurusan Biologi Fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) Universitas Brawijaya (UB) terasa sunyi. Saat itu, Rabu (1/10), sekitar pukul 11.00, kondisi laboratorium terasa senyap.
Tak ada suara berisik, meski beberapa peneliti sibuk mengamati objek penelitiannya. Di ruang berukuran sekitar 8 meter x 12 meter itu, tampak Prof Sutiman Bambang Sumitro bersama mantan mahasiswa bimbingannya, yang kini sudah jadi guru besar, Prof Dr drh Aulanni’am DES menguji vaksin imono kontrasepsi pria, sekaligus untuk wanita.
”Kami sedang mengembangkan agar bisa diterapkan kepada manusia,” ujar Aulanni sambil menunjukkan proses pengujian vaksin didampingi Sutiman.
Sebenarnya, riset imono kontrasepsi KB pria dan wanita itu sudah ditemukan Sutiman sejak 1996 lalu. Namun, bukan karya Sutiman seorang diri, melainkan ada campur tangan beberapa mahasiswa bimbingannya. Di antaranya, campur tangan Aulanni. Imono diambil dari kata imonologi yang artinya ilmu kekebalan tubuh.
Di Jepang, pada kala itu sudah menerapkan vaksin imono untuk kontrasepsi binatang. Hingga saat ini di Jepang, imino hanya digunakan untuk hewan, bukan untuk manusia. Sutiman melakukan terobosan untuk manusia. ”Lalu saya kembangkan di Indonesia,” kata Sutiman sambil mengamati Aulanni yang melakukan pengujian vaksin.
Bedanya, jika di Jepang menggunakan protein telur babi sebagai embrio vaksin, Sutiman menggunakan protein telur sapi. Proses pembuatan vaksin dilakukan dengan mengambil protein sel telur sapi untuk kontrasepsi betina dan protein sel sperma untuk kontrasepsi pria. Hasil pengambilan protein di sel telur maupun sperma itu diisolasi dalam wadah agar menjadi antigen. Setelah itu baru disuntikkan ke kelinci, untuk mendapatkan antibodi. Selain kelinci, sebenarnya ada binatang lainnya juga yang diyakini bisa menghasilkan antibodi. Yakni ayam, tikus, kambing, dan monyet.
Sutiman sengaja memilih kelinci lantaran antibodi yang dihasilkan lebih banyak jika dibandingkan penyuntikan ke binatang lainnya. ”Antibodi yang bercampur antigen ini berfungsi mengikat sperma agar tak mengenali sel telur. Akhirnya tidak terjadi pembuahan,” kata profesor berusia 60 tahun itu.
Untuk menghasilkan karya yang maksimal, Sutiman dibantu lima doktor dan puluhan master yang pernah dia bimbing untuk menuntaskan disertasi atau tesisnya. Peran doktor dan master tersebut memang tidak dominan. Lebih pada sisi praktis dan menjalankan konsep Sutiman. ”Riset ini menghabiskan waktu 18 tahun, tapi hingga sekarang belum selesai,” kata pria kelahiran Jogjakarta, 11 Maret 1954 itu.
Waktu 18 tahun yang dimaksud Sutiman itu untuk menuntaskan hasil risetnya sampai dikembangkan kepada manusia dan diproduksi secara masal. Hingga kini, Aulanni masih mengembangkannya. Ya, sejak 2005 lalu, pengembangan hasil riset ke manusia dan persiapan produksi masal diserahkan kepada Aulanni.
MAHMUDAN/RADAR MALANG
TEROBOSAN BARU: Sutiman (kiri) dan Aulanni’am memamerkan vaksin kontrasepsi buatannya
Sutiman sadar, tidak mudah menyempurnakan vaksin temuannya untuk diterapkan kepada manusia. Tapi hal itu harus dilakukan lantaran dia yakin, vaksin temuannya bisa memajukan bangsa Indonesia. Memang tidak serta merta vaksin kontrasepsi itu menyejahterakan rakyat Indonesia.
Tapi dengan fungsinya menghambat laju pertumbuhan penduduk, program keluarga berencana (KB) yang sukses di masa pemerintahan Orde Baru (Orba), bisa digalakkan lagi. Jika jumlah penduduk tidak terlalu banyak, anggaran kesejahteraan rakyat cukup besar dan tidak banyak pengangguran. ”Saat ini kan laju pertumbuhan penduduk dengan kemampuan negara mengurusi rakyatnya tidak imbang,” sambung ayah tiga anak tersebut.
Selain itu, dia ingin mengubah mindset kampus. Selama ini, UB dikenal sebagai perguruan tinggi (PT) yang menerima mahasiswa secara besar-besaran. Dia tahu dengan banyaknya mahasiswa, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) juga besar. ”Tapi kalau terlalu banyak mahasiswa, proses belajar tidak maksimal,” sambung alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Untuk itu, dia memercayakan pada Aulanni agar mengembangkan untuk diproduksi secara masal. Sudah ada perusahaan ternama yang mendanai pengembangan riset hingga produksi masal, yakni PT Biofarma. ”Ada dana Rp 60 miliar untuk dua proyek. Salah satunya ya vaksin imono kontrasepsi,” ucap Sutiman yang sebelumnya juga menemukan filter rokok pengubah nikotin dari zat yang membahayakan tubuh menjadi zat yang menyehatkan.
Sementara itu, hingga kini, Aulanni masih memproses agar imono vaksin bisa diterapkan kepada manusia. Aulanni belum tahu kapan penemuannya bisa tuntas. Untuk mengukur apakah hasil pengembangannya sudah bisa diterapkan kepada manusia atau belum, dia menunggu keputusan PT Biofarma. Sebab, orientasinnya adalah diproduksi masal dan menggunakan biaya perusahaan. ”Kami masih menunggu penilaian dari perusahaan,” lanjut Aulanni.
Namun secara umum, Aulanni sudah menemukan cara penggunaannya. Ada dua metode, bisa diteteskan ke mulut, juga diinjeksikan. ”Untuk wanita, bisa diinjeksikan seperti imunisasi. Tapi untuk pria masih kami teliti,” kata dia.
Jika mengacu hasil pengujian pada binatang, vaksin imono kontrasepsi pria dan wanita ini sangat efektif. Untuk penggunaan beberapa tetes saja, fungsi vaksin bertahan hingga 220 hari atau tujuh bulan. Vaksin imono kontrasepsi ini juga lebih unggul jika dibanding kontrasepsi lainnya seperti kondom, IUD, maupun metode operasi wanita (MOW) dan metode operasi pria (MOP). Kondom tidak disukai karena pemakaiannya merasa tidak nyaman dan mengurangi kenikmatan berhubungan intim.
IUD dan MOW menimbulkan rasa sakit, sedangkan MOP bersifat semipermanen. Artinya, penyambungan lagi terhadap saluran sperma yang sudah diputus sulit dilakukan. Sementara pil KB memicu kegemukan. Berbeda dengan pemakaian vaksin imono kontrasepsi yang tidak menimbulkan efek samping. (*/c2/fir)
KIT GAD65 UB Raih Penghargaan Menristek
Dikirim oleh: Cahyo Nugroho Kamis, 14 Agustus 2014 dalam Sains dan Teknologi, Utama Tinggalkan komentar
Klojen, MC – Penemuan inovatif guru besar asal Universitas Brawijaya (UB), Prof. Dr. Aulanni’am, drh, DES berupa alat pendeteksi dini atau diagnostic kit dini penyakit diabetes mellitus (DM) mendapat penghargaan dari Kementerian Riset dan Teknologi RI. Ia tercatat dalam 19 Karya Unggulan Teknologi Anak Bangsa yang penghargaannya diserahkan langsung oleh Menristek saat Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harteknas) XIX di Jakarta 11 Agustus 2014 lalu.
Prof. Dr. Aulanni’am, drh, DES menunjukkan produk temuannya dan penghargaan dari Kemeristek RI, Rabu (13/08)
Aulanni’am mengungkapkan ia tidak menyangka karyanya bisa masuk dalam 19 Karya Unggulan Teknologi Anak Bangsa 2014, karena tidak mudah untuk mendapatkan penghargaan ini. Tahun 2014 ini setidaknya ada 800 karya yang diseleksi, dan ia berhasil masuk dalam kategori kesehatan dan obat. 18 karya lainnya yang juga lolos merupakan inovasi di berbagai bidang seperti manajemen transportasi, pertahanan dan keamanan, energi, material maju, air, dan pangan.
“Ini pencapaian yang luar biasa bagi saya dan bagi UB yang selama ini belum pernah meraihnya. Diagnostic Kit saya dinilai sangat inovatif dan bermanfaat tinggi bagi masyarakat serta memiliki nilai enterpreuner,” ucap Aulanni’am, Rabu (13/o8) di ruang kerjanya, Laboratorium Bio Sains UB, Rabu (13/08).
Ia menjelaskan bahwa alat yang diberi nama KIT GAD65 itu adalah produk yang dikembangkan untuk mendeteksi Diabetes Mellitus tipe 1 berbasis “reverse flow Immunchromatography technique” untuk mendeteksi autoantibody GAD65. KIT GAD65 ini merupakan alat paling sederhana yang memiliki tingkat sensitivitas (akurasi) 100 persen dan tingkat supersitivitas sebesar 90 persen.
“Kecuali memiliki sensitivitas yang tinggi, alat ini juga memiliki banyak kelebihan lainnya. Diantaranya mampu mendeteksi awal terjadinya autoimmune diabetic, sehingga dapat dilakukan pada bayi dan anak-anak yang mempunyai riwayat Diabetes Mellitus pada keluarganya,” ucap Aulanni’am.
GAD65 yang sudah ia teliti selama 20 tahun dimulai sejak 1998 dengan menghabiskan dana sekitar Rp. 3,5 miliar ini penggunaannya sangat sederhana. Pertama, mengambil sampel darah pasien yang akan dites sebanyak 20 mikro, selanjutnya darah tersebut diteteskan pada sebuah alat pendeteksi bernama rapid test. Setelah diteteskan baru dikasih buffer agar darahnya bergerak di rapid test, kemudian diberi signal reagent agar alat ini bekerja.
Selain inovatif dan bernilai guna tinggi, alat ini juga mendapatkan penghargaan karena bernilai enterpreuner. Saat ini KIT GAD65 telah diproduksi secara massal, sehari di laboratorium Aulanni’am bisa memproduksi 600 KIT dan mendatang akan semakin banyak dengan bekerja sama dengan PT. Biofarma Tbk.
Alat deteksi itu dibanderol dengan harga Rp. 150.000,- per alat. Menurutnya ini sangat murah, karena selama ini untuk tes Diabetes Mellitus di laboratorium saja membutuhkan biaya minimal 150 Dolar AS atau sekitar Rp. 1,8 juta.
“Hingga saat ini sudah banyak dipesan oleh para dokter di seluruh Indonesia hingga Madagascar. Setelah sukses dengan KIT pendeteksi diabetes, saya berencana mengembangkan KIT untuk mendeteksi tiroid,” tambahnya. (cah/yof)
Sumber: http://mediacenter.malangkota.go.id/2014/08/kit-gad65-ub-raih-penghargaan-menristek/#ixzz3IAsAAR3k
Tiga Tim UB Lolos Raih Penghargaan 113 Inovasi Indonesia
Amankan Kekebalan dengan Lebih Nyaman, Upaya Pengembangan Deteksi Sars-Cov2
Tim ketiga yakni Prof Dr. Aulanni’am, drh., DES; dr. Syifa Mustika, Sp.PD-KGEH., Dyah Kinasih Wuragil, S.Si., MP., M.Sc., drh. Yudit Oktanella, M.Si. Judul Inovasi tim tersebut yakni Antibodi poliklonal berbasis protein spesifik 156 kDa, Upaya pengembangan deteksi antibody terhadap SARS-Cov2. Merupakan inovasi untuk deteksi respon imunpasca vaksinasi covid-19.
Produksi antibodi Covid-19 untuk pengembangan Rapid Diagnostic Test (RDT) yang berkualitas sangat diperlukan pada masa pandemi ini. RDT untuk mendiagnosa wabah penyakit baru cenderung bermasalah karena berpotensi menghasilkan negatif palsu atau positif palsu; baik karena perbedaan target genetik, mekanisme penyebaran penyakit belum jelas, belum tersedianya reagen; atau karena metode pemeriksaan yang belum terstandar, dan kesalahan penanganan sampel.
Inovasi alat tes diagnostik ini melekatkan gen target yang spesifik pada alat diagnostik, untuk mengikat antibodi yang spesifik dan mencegah reaksi silang, sehingga dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitasnya. Selain itu, pembuatan antibodi Covid-19 dari peptida gen target memiliki keuntungan karena aman, mudah distandarisasi, spesifik, reprodusibel, dan mudah dikembangkan untuk produksi dalam skala besar secara in-vitro.
Keunggulan metode ini diantaranya Kit Deteksi Post Vaksin Covid-19 menggunakan antibodi poliklonal 158 kDa yang merupakan anti-IgG spesifik; untuk mengidentifikasi respon imun pasca vaksinasi enam bulan, sembilan bulan, hingga satu tahun. Kedua, memerlukan sample darah lebih sedikit dibanding test ECLIA Anti-SARS-CoV-2, sehingga meminimalisir rasa tidak nyaman saat pengambilan sample. Ketiga, pengujian ini tidak memerlukan peralatan laboratorium khusus, yang mahal. Keempat, kemudahan dari Kit Deteksi Post Vaksin Covid-19 dapat menunjang evaluasi vaksinasi hingga ke pelosok Indonesia, karena cukup menggunakan fasilitas kesehatan yang sederhana.
Inovasi ini berpotensi ditawarkan ke pemerintah, sebagai bagian dari program vaksinasi Covid-19, dalam rangka pengendalian pandemi, menurunkan resiko penularan, dan membangun herd immunity; maupun ditawarkan kepada masyarakat yang secara pribadi dan mandiri ingin mengetahui status kekebalan dirinya terhadap ancaman Covid-19. Selain itu, inovasi ini dapat menjadi dukungan nyata bagi program percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, serta penggunaan alat kesehatan produk dalam negeri.[siti-rahma]